Jumat, 17 Januari 2014

Kajian Rutin PENGHALANG DALAM MENUNTUT ILMU : Menuntut ilmu memiliki beberapa penghalang yang menghalangi antara ilmu itu dan orang yang mencarinya. Di antara penghalang tersebut adalah: 1. Niat yang Rusak Niat adalah dasar dan rukun amal. Apabila niat itu salah dan rusak, maka amal yang dilakukannya pun ikut salah dan rusak sebesar salah dan rusaknya niat. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, عَنْ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنّيَّاتِ وَ اِنَّمَا لِكُلّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلىَ دُنْيَا يُصِيْبُهَا اَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلىَ مَا هَاجَرَ اِلَيْهِ. البخارى 1: 2 Dari Umar bin Khaththab RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat. Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai niatnya. Maka barangsiapa yang berhijrah karena menginginkan keuntungan dunia yang akan didapatnya atau karena menginginkan wanita yang dia akan mengawininya, maka hijrahnya itu akan mendapatkan sesuai apa yang ia berniat hijrah padanya". [HR. Bukhari juz 1, hal. 2] Sesungguhnya kewajiban yang paling penting untuk diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu adalah mengobati niat, memperhatikan kebaikannya, dan menjaganya dari kerusakan. Imam Sufyan ats-Tsauri (wafat th. 161 H) rahimahullaah mengatakan, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat untuk aku obati daripada niatku.” 2. Ingin Terkenal dan Ingin Tampil Ingin terkenal dan ingin tampil adalah penyakit kronis. Tidak seorang pun dapat selamat darinya, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah SWT. Apabila niat seorang penuntut ilmu adalah agar terkenal, ingin dielu-elukan, ingin dihormati, ingin dipuji, disanjung, dan yang diinginkannya adalah itu semua, maka ia telah menempatkan dirinya pada posisi yang berbahaya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai bangsa Arab, wahai bangsa Arab (tiga kali), sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi. ”[ HR.Thabrani ] Imam Ibnul Atsir (wafat th. 606 H) rahimahullaah mengatakan, “Maksud syahwat yang tersembunyi dalam hadits ini adalah keinginan agar orang lain melihat amalnya.” عَنْ مَحْمُوْدِ بْنِ لُبَيْدٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَخْوَفُ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمْ اَلشّرْكُ اْلاَصْغَرُ. قَالُوْا: وَمَا الشّرْكُ اْلاَصْغَرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ: اَلرّيَاءُ يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ اِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اِذْهَبُوْا اِلىَ الَّذِيْنَ كُنْتُمْ تُرَاءُوْنَ فىِ الدُّنْيَا فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً؟ احمد Dari Mahmud bin Lubaid, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan atas kamu sekalian itu adalah syirik kecil”. Kemudian para shahabat bertanya, “Apa syirik kecil itu ya Rasulullah ?”. Rasulullah SAW menjawab, “(Syirik kecil itu ialah) riya’. Besok pada hari qiyamat ketika para manusia diberi balasan dengan amal-amal mereka, Allah ‘azza wa jalla akan berfirman kepada mereka, “Pergilah kamu sekalian kepada orang-orang yang dahulu kamu berbuat riya’ padanya ketika di dunia, maka lihatlah olehmu sekalian apakah kamu mendapati pahala pada mereka ?”. [HR. Ahmad] 3. Lalai Menghadiri Majelis Ilmu Para ulama Salaf (dahulu) mengatakan bahwa ilmu itu di-datangi, bukan mendatangi. Tetapi,apa yang kita lihat jaman sekarang, ilmu itu mendatangi kita dan tidak didatangi, Jika kita tidak memanfaatkan majelis ilmu yang dibentuk dan pelajaran yang disampaikan, niscaya kita akan gigit jari sepenuh penyesalan. Seandainya kebaikan yang ada dalam majelis-majelis ilmu hanya berupa ketenangan bagi yang menghadirinya dan rahmat Allah yang meliputi mereka, cukuplah dua hal ini sebagai pendorong untuk menghadirinya. Lalu, bagaimana jika ia mengetahui bahwa orang yang menghadirinya -insya Allah- memperoleh dua keberuntungan, yaitu ilmu yang bermanfaat dan ganjaran pahala di akhirat?! Seorang Muslim hendaklah sadar bahwa Allah SWT telah memberikan kemudahan kepada hamba-Nya dalam menuntut ilmu. Allah SWT telah memberikan kemudahan dengan adanya beberapa fasilitas dalam menuntut ilmu, berbeda dengan zamannya para Salafush Shalih Bukankah sekarang ini dengan mudahnya kita bisa dapatkan bekal untuk menuntut ilmu seperti uang, makanan, minuman, pakaian, dan kendaraan?? Berbeda dengan para ulama Salaf, mereka sangat sulit mendapatkan hal di atas. Bukankah sekarang ini telah banyak didirikan masjid, pondok pesantren, majelis ta’lim, dan lainnya disertai sarana ruangan yang serba mudah, baik dengan adanya lampu, kipas angin, AC, dan lainnya??!! Bukankah sekarang ini berbagai kitab ilmu telah dicetak dengan begitu rapi, bagus, dan mudah dibaca??!! Lalu dimanakah orang-orang yang mau memanfaatkan nikmat Allah yang sangat besar ini untuk mengkaji dan mempelajari ilmu syar’i??? Bukankah sekarang sudah banyak ustadz-ustadz mengajar dan berdakwah di tempat (daerah) kita, lantas mengapa kita tidak menghadirinya?? Mengapa Anda tidak mau mendatangi majelis ilmu?? Perhatikan Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلّ مُسْلِمٍ، وَ اِنَّ طَالِبَ اْلعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْئٍ حَتَّى اْلحِيْتَانُ فِى اْلبَحْرِ. ابن عبد البر عن انس فى الجامع الصغير 2: 132، رقم:5266 Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap orang Islam, dan sesungguhnya orang yang menuntut ilmu dimintakan ampun oleh segala sesuatu, hingga ikan-ikan yang di laut. [HR. Ibnu Abdil Barr dari Anas, dalam Jami’us Shaghir juz 2, hal. 132, no. 5266] 4. Beralasan dengan Banyaknya Kesibukan Alasan ini dijadikan syaitan sebagai penghalang dalam menuntut ilmu. Berapa banyak saudara kita yang telah dinasihati dan dimotivasi untuk menuntut ilmu syar’i, tetapi syaitan menggoda dan membujuknya. Orang yang menyia-nyiakan kesempatan mencari ilmu, maka kesibukannya membuat ia tidak dapat menghadiri majelis ilmu. Ia menjadikannya sebagai bahan alasan yang sengaja dibuat-buat sehingga ketidakhadirannya di majelis ilmu memiliki alasan yang jelas. Berbagai kesibukan yang ada adalah penyebab utama yang menghalangi seorang penuntut ilmu menghadiri majelis ilmu dan memperoleh ilmu yang banyak. Tetapi, orang yang Allah SWT bukakan mata hatinya, ia akan mengatur waktunya dan mengguna-kannya sebaik mungkin sehingga memperoleh manfaat yang banyak. Kalau seseorang mau berfikir secara wajar, mempunyai niat dan kemauan untuk menuntut ilmu, maka ia akan dapat mengatur waktunya dan Allah akan memudahkannya. Oleh karena itu, pandai-pandailah mengatur waktu yang Allah Ta’ala berikan kepada kita. Berikanlah bagian untuk menuntut ilmu syar’i. Sisihkanlah satu atau dua hari dalam seminggu untuk menghadiri majelis ilmu jika tidak mampu melakukannya sesering mungkin. Jangan biarkan hari-hari kita penuh dengan kesibukan, namun kosong dari menuntut ilmu dan berdzikir kepada Allah Ta’ala. Ingat, bahwa orang yang tidak meghadiri majelis ilmu dan tidak mau menuntut ilmu syar’i, maka ia akan merugi di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, sebelum kita disibukkan oleh orang lain, direpotkan berbagai urusan, maka manfaatkanlah waktu untuk menuntut ilmu syar’i. Allah SWT berfirman, الْيَقِينُ يَأْتِيَكَ حَتَّىٰ رَبَّكَ وَاعْبُدْ “Dan beribadahlah kepada Rabb-mu hingga datangnya keyakinan (kematian).” [Al-Hijr: 99] Oleh karena itu, para remaja maupun orang tua, laki-laki maupun wanita, segeralah bertaubat kepada Allah Ta’ala atas segala apa yang telah luput dan berlalu. Sekarang mulailah menuntut ilmu, menghadiri majelis ta’lim, belajar dengan benar dan sungguh-sungguh, dan menggunakan kesempatan sebaik-baiknya sebelum ajal tiba. Ketika ditanyakan kepada Imam Ahmad, “Sampai kapankah seseorang menuntut ilmu?” Beliau pun menjawab, “Sampai meninggal dunia (mati).” 5. Bosan dalam Menuntut Ilmu Di antara penghalang menuntut ilmu adalah merasa bosan dan beralasan dengan berkonsentrasi mengikuti informasi terkini guna mengetahui peristiwa yang sedang terjadi. Imam Syafi’i rahimahullah berkata,“Seseorang tidaklah berhasil menuntut ilmu (dengan baik) apabila dia selalu merasa bosan, seakan tidak membutuhkannya. Akan tetapi, seseorang akan berhasil menuntut ilmu jika melakukannya dengan perjuangan dan susah payah, penuh semangat dan hidup prihatin.” (Hilayatul Auliya karya Abu Nu’aim; 9: 119, Al-Madkhal karya Al-Baihaqi; no: 513, Tadribur Rawi karya As-Suyuthi; 2: 584) Wahai saudaraku…, engkau takan mendapatkan ilmu melainkan dengan (memperhatikan) enam hal… Aku akan menyebutkannya secara rinci: [1] harus memiliki kecerdasan, [2] memiliki semangat, [3] bersungguh-sungguh, [4] membutuhkan biaya/materi, [5] mendapat bimbingan guru (ustadz), dan [6] membutuhkan waktu yang panjang. 6. Menilai /merasa Baik Diri Sendiri Maksudnya adalah merasa bangga apabila dipuji dan merasa senang apabila mendengar orang lain memujinya. Memang pujian manusia kepada kita merupakan kabar gembira yang disegerakan Allah Ta’ala bagi Anda. Diriwayatkan dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah (wafat th. 32 H) radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Ditanyakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang melakukan kebaikan, kemudian manusia memujinya karena perbuatan tersebut?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ. ‘Itu adalah kabar gembira yang Allah segerakan bagi seorang mukmin.’” [HR. Muslim] Tetapi, berhati-hatilah jika kita merasa gembira ketika dipuji dengan apa yang tidak kita miliki. Sekali lagi berhati-hatilah agar hal ini tidak menimpa kita. Ingatlah firman Allah SWT mengenai celaan-Nya terhadap suatu kaum, وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا “...Dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan...” [Ali ‘Imran: 188] Kemudian ingatlah bahwa merasa diri baik itu pada umumnya adalah perbuatan tercela, Allah SWT berfirman : أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰفَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ “Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.” [An-Najm: 32] Tetapi pada umumnya merasa diri baik dan suka dipuji adalah di antara pintu masuk syaitan kepada hamba-hamba Allah Ta’ala. Karena itu, berhati-hatilah agar Anda tidak menjadi orang yang suka dan bangga apabila dipuji dan jangan berusaha untuk mendengarkan pujian-pujian itu. Rasulullah SAW mengajari kita do’a, saat kita mendapat pujian dan sanjungan dari orang lain: يَقُوْلُوْنَ اَللَّهُمَّ لاَ تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا وَاغْفِرْلِيْ مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَاجْعَلْنِيْ خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ ALLAHUMMA LAA TU AKHIDNII BIMAA YAQUULUUN. FAGHFIRLII MAA LAA YA’LAMUUN WA JA’ALNII KHOIRON MIMMAA YADHUNNUUN “Ya Allah, janganlah Engkau hukum diriku karena apa yang mereka katakan, ampunilah aku terhadap apa yang tidak mereka ketahui (tentang diriku), dan jadikanlah diriku lebih baik daripada apa yang mereka kira.” ( H.R; Bukhari ) Insya Allah Bermanfaat Agus Sukarno https://www.facebook.com/mahirahnisa/posts/786587474691329

Tidak ada komentar: