Senin, 06 Juni 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam menjalankan proses pembelajaran, peran model sangatlah berpengaruh, model pembelajaran yang sangat sesuai untuk di terapkan pada kondisi siswa yang pasif adalah model pembelajaran yang sifatnya aktif, inofatif dan kreatif, sehingga dapat memicu adrenalin dari siswa untuk terus berkarya dan menggali pengetahuan yang telah ada serta membuat suasana belajar lebih nyaman dan langgeng. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri, penjelasan dan pemeragaan semata tidaklah membuahkan hasil yang langgeng tapi bisa dihasilkan dari kegiatan belajar aktif (Silberman, 2006:9).
Salah satu model pembelajaran siswa aktif yang berkembang saat ini adalah model pembelajaran kooperatif, model ini dikembangkan untuk membantu siswa agar mudah memahami setiap pelajaran dengan tidak berfokus pada satu siswa saja, tetapi suasana diatur lebih hidup dengan adanya diskusi dan kerja kelompok dalam belajar, pembelajaran model ini dapat membantu siswa belajar secara kelompok dan saling membantu satu sama lain. Syaodih (2009) menjelaskan bahwa jenis metode kooperatif yang digunakan dalam setiap pertemuan tidak selalu sama, disesuaikan dengan topik dan kompetensi yang akan dicapai. Metode-metode tersebut pada umumnya merupakan metode yang berisi kegiatan yang mengaktifkan siswa seperti bekerja dan diskusi kelompok, presentasi, menanggapi, mengemukakan pendapat,dan memimpin diskusi atau kelompok.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk di terapkan dikelas yang bersiswa pasif adalah model kooperatif tipe TGT atau team game tournament, pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Kiranawati, 2007).
Penerapan model TGT ini bertujuan agar siswa dapat belajar mandiri serta berani dalam mengutarakan apa yang diketahuinya melalui permainan dalam bentuk perlombaan dan persaingan sehat antar temannya sehingga diharapkan akan memberikan penguatan materi dan rasa senang serta membangkitkan minat belajar siswa terhadap ilmu kimia.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk memilih judul tentang Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) Dalam Meningkatkan Minat Belajar Kimia Siswa SMA .

1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan dalam penulisan ini adalah apakah penerapan model kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament) dapat meningkatkan minat belajar kimia siswa SMA?.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dasar dari penulisan ini adalah untuk membahas dan menguraikan tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament terhadap minat belajar siswa terhadap ilmu kimia di SMA.

1.4 Manfaat Penulisan
Pembahasan ini sangat bermanfaat terutama bagi guru yang mengajar kimia di SMA, untuk meningkatkan minat belajar siswa SMA terhadap ilmu kimia dan sebagai metode alternatif dalam menjalankan pembelajaran dalam kondisi siswa yang pasif.






BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pembelajaran Koopertaif (Cooperative Learning)
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa(student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia (Annisah, 2009).
Tipe pembelajaran ini adalah salah satu tipe yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (Kiranawati, 2007:13).

2.2 Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Rahmi (2006:4) menjelaskan ada empat unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu :
2.2.1. Interdependence
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk hasil belajar yang optimal.
2.2.2 Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menurut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sember belajar lebih bervariasi. Interaksi ini sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar sesama.
2.2.3 Akuntabilitas Individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujud dalam belajar kolompok meskipun demikian, penilaian diajukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara indifidual. Hasil pembelajaran secara indifidual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kolompok yang tidak butuh bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya oleh karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urutan demi kemajuan kelompoknya. Kelompok secara indifidual inilah yang dimaksud dengan akuntabilitas indifidual.
2.2.4 Keterampilan Menjalin Hubungan Antar Pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship).
Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, diantaranya adalah: tipe student team achievement division (STAD), tipe team assisted individualization (TAI), cooperative integrated reading and composition (CIRC), tipe jigsaw, belajar bersama (learning Together), dan teams game tournament (TGT) (Ratumanan, 2004:130).
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat, sangat membantu hasil belajar dan memotivasi serta meningkatkan minat belajar siswa. Guru mendapat kebebasan dalam memilih metode pembelajaran yang digunakan. Selama ini mata pelajaran lebih sering diajar dengan menggunakan metode ceramah yang menuntut siswa bersikap pasif. Minat dan motivasi adalah suatu dorongan yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Minat dan motivasi mempunyai peranan yang penting dalam belajar, jika tidak ada minat dan dorongan untuk belajar, maka belajarnya akan terhambat Ibdi (2009).

2.3 Minat
2.3.1 Pengertian Minat
Minat merupakan masalah yang paling penting di dalam pendidikan, apalagi bila dikaitkan dengan aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Minat yang ada pada diri seseorang akan memberi gambaran dalam aktivitas untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah, keinginan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, 2001: 374). Minat atau intrest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan obyek / aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada individu (Wayan Nurkancana, PPN Sumartana, 1986: 229) yang dikutip dari Doyles Fryer. Menurut Dewa Ketut Sukardi (1984: 46) dalam Slamet Mugi (2007) minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari kombinasi, perpaduan dan campuran dari perasaan, harapan, prasangka, cemas, takut dan kecenderungan-kecenderungan lain yang bisa mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.
2.3.2 Cara Menemukan Minat Siswa
Cara menemukan minat siswa yaitu dengan :
1. Pengamatan kegiatan
Dengan mengamati mainan siswa dan benda-benda yang mereka beli, kumpulkan atau gunakan dalam aktivitas yang ada unsur spontanitas, kita dapat memperoleh petunjuk mengenai minat mereka.
2. Pertanyaan
Bila siswa terus menerus bertanya mengenai sesuatu, minatnya pada hal tersebut lebih besar daripada minatnya pada hal yang hanya sekali-kali ditanyakan.
3. Pokok pembicaraan
Apa yang dibicarakan siswa dengan orang lain atau teman sebayanya memberi petunjuk mengenai minat mereka dan seberapa kuatnya minat tersebut.
4. Membaca
Bila siswa bebas memilih buku teks untuk dibaca, mereka akan memilih yang membahas topik yang menarik minatnya.
5. Menggambar spontan
Apa yang digambar atau dilukis seseorang secara spontan dan seberapa sering mereka mengulangnya akan memberi petunjuk tentang minat mereka terhadap sesuatu.
6. Keinginan
Bila ditanya apa yang diinginkan bila mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka ingini kebanyakan orang dengan jujur akan menyebut hal-hal yang paling diminati.
7. Laporan mengenai apa saja yang diminati
Bila ditanya untuk menyebut atau menulis tiga benda atau lebih yang paling diminati, siswa menunjukkan minat yang telah terbentuk, yang memberi petunjuk tentang hal-hal yang memberi mereka kepuasan. (Elizabeth B. Hurlock, 1993: 115)

2.3.3 Aspek-aspek Minat
Minat mempunyai dua aspek, yaitu
Aspek kognitif yang didasarkan atas konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, serta dari berbagai jenis media massa.
Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat yang dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. (Elizabeth B. Hurlock, 1993: 117) dalam slamet mugi (2007).
2.3.4 Unsur-unsur Minat

Seseorang dikatakan berminat terhadap sesuatu bila individu itu memiliki beberapa unsur antara lain:
1. Perhatian
Seseorang dikatakan berminat apabila individu disertai adanya perhatian, yaitu kreativitas jiwa yang tinggi yang semata-mata tertuju pada suatu obyek, jadi seseorang yang berminat terhadap sesuatu obyek yang pasti perhatiannya akan memusat terhadap sesuatu obyek tersebut.
2. Kesenangan
Perasaan senang terhadap sesuatu obyek baik orang atau benda akan menimbulkan minat pada diri seseorang, orang merasa tertarik kemudian pada gilirannya timbul keinginan yang dikehendaki agar obyek tersebut menjadi miliknya. Dengan demikian maka individu yang bersangkutan berusaha untuk mempertahankan obyek tersebut.
3. Kemauan
Kemauan yang dimaksud adalah dorongan yang terarah pada suatu tujuan yang dikehendaki oleh akal pikiran. Dorongan ini akan melahirkan timbulnya suatu perhatian terhadap suatu obyek. Sehingga dengan demikian akan muncul minat individu yang bersangkutan.

2.3.5 Macam-macam Minat
Menurut Dewa Ketut Sukardi dalam Slamet Mugi (2007) yang mengutip pendapat Carl Safran, dikemukakan bahwa ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan minat, yaitu:
1. Minat yang diekspresikan (expressed interest)
Seseorang dapat mengungkapkan minat atau pilihannya dengan katakata tertentu. Misal: Seseorang mungkin mengatakan bahwa dirinya tertarik dalam mengumpulkan mata uang logam, perangko dan lain-lain.
2. Minat yang diwujudkan (manifest interest)
Seseorang dapat mengungkapkan minat bukan melalui kata-kata melainkan dengan tindakan atau perbuatan, yaitu ikut serta dan berperan aktif dalam suatu kegiatan, missal: kegiatan olahraga, pramuka dan sebagainya yang menarik perhatian.
3. Minat yang diinventarisasikan (inventoried interest)
Seseorang menilai minatnya agar dapat diukur dengan menjawab terhadap sejumlah pertanyaan tertentu atau urutan pilihannya untuk aktivitas tertentu. Minat yang diekspresikan (expressed interest) dan minat yang diwujudkan (manifest interest) keduanya merupakan petunjuk yang bermakna dari minat siswa (Slamet Mugi, 2007).

2.3.6 Cara Menimbulkan Minat
Minat dapat ditimbulkan dengan cara: (Effendi dan Praja, 1993 : 72) dalam annemous ( 2008).
a) Membangkitkan suatu kebutuhan.
b) Menghubungkan dengan pengalaman yang lampau.
c) Memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih baik.

2.4 Minat Belajar
Zanikhan (2008) menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan jiwa yang relative menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. minat timbul atau muncul tidaksecara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.
Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan Sujanto Agus (1981) dalam Burhanuddin dan Soejoto ( 2009) menerangkan bahwa dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang dipelajari dapat dipahami Sehingga siswa dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Terjadilah suatu perubahan kelakuan. Perubahan kelakuan ini meliputi seluruh pribadi siswa; baik kognitip, psikomotor maupun afektif. Untuk meningkatkan minat, maka proses pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami apa yang ada di lingkungan secara berkelompok.
Zanikhan (2008) menambahkan bahwa Belajar itu menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja.
sedangkan yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar.
Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk terus belajar

2.5 Team Game Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Kiranawati, 2007).

2.6 Koponen-Komponen Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT.
Ada lima komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
2.6.1 Penyajian Kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2.6.2 Kelompok (Team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
2.6.3 Game ( Permainan)
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
2.6.4 Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
2.6.5 Team Recognize (Penghargaan Kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40 (Kiranawati,2007).

2.7 Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT di Dalam Kelas
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT di dalam kelas memiliki siklus-siklus pelaksanaannya, yaitu :
1. Mengajar, guru memberikan pelajaran.
2. Belajar kolompok, siswa mengajarkan lembar kerja (worksheet) dalam kelompok masing-masing untuk menguasaai pelajaran.
3. Turnamen, siswa-siswa melakukan permainan akademis pada setiap meja turnamen, yang terdiri dari tiga orang dengan kemampuan homogen.
4. Penghargaan kelompok. Skor kelompok dihitung dan didasarkan pada skor turnamen anggota kelompok, dan tim dihargai jika mereka mencapai kriteria yang di tetapkan ( Ratumanan, 2004:138).
Tahap-tahap yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut;
1. Pembentukan kolompok
Kelas dibagi atas kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4-5 siswa. Perlu diperhatikan bahwa setiap kelompok harus mempunyai sifat heterpgen.
2. Pemberian meteri
Materi pelajaran mula-mula diberikan melalui presentasi kelas, berupa pengajaran langsung atau diskusi bahan pelajaran yang dilakukan guru, menggunakan audiovisual. Matari pengajaran dalam TGT dirancang khusus untuk menunjang pelaksanaan turnamen. Materi ini dapat dibuat sendiri dengan jalan mempersiapkan LKS.
3. Belajar kelompok
Kepada masing-masing kelompok diberikan tugas untuk mengerjakan LKS yang tersedia. Fingsi utama kelompol adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok belajar, dan lebih kusus lagi untuk menyiapkan anggotanya agar dapat mengerjakan soal-soal latihan yang akan dievaluasi melalui turnamen.
4. Turnemen
Turnamen dapat dilakukan tiap bulan atau pada akhir pokok bahasan. Turnemen ini merupakan pertandingan antar kelompok. Untuk melakukan turnamen, langkah-langkah adalah sebagai berikut.
a. Membentuk meja turnamen, disesuaikan dengan banyaknya siswa pada setiap kelompok.
b. Menentukan ranking berdasarkan kemampuan siswa pada masing-masing kelompok.
c. Menempatkan siswa pada rangking yang sama pada meja yang sama.
d. Masing-masing siswa pada meja turnamen bertanding untuk mendapatkan skor sebanyak-banyaknya.
e. Skor siswa pada masing-masing kelompok dikumpulkan, dan ditentukan kelompok yang mempunyai jumlah kumulatif tertinggi sebagai pemenang.
5. Skor individu
Skor individual adalah skor yang diperoleh masing-masing anggota dalam tes akhir.
6. Skor kelompok
Skor kelompok diperoleh dari rata-rata nilai perkembangan anggota kelompok. Nilai perkembangan adalah nilai yang diperoleh oleh masing-masing siswa dengan pertandingan skor pada tes awal dengan skor pada tes akhir.
7. Penghargaan (reward).
Setelah turnemen, dihitung nilai kelompok dan disiapkan sertifikat kelompok untuk menghargai kelompok yang bernilai tinggi( Ratumanan, 2004:139).



2.8. Ciri-Ciri Pembelajran Team Game Tournement
2.8.1 Siswa Bekerja Dalam Kelompok-Kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.
2.8.2 Games Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar. Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali – kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal. Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.

2.8.3 Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing – masing anggota kelompok dibagi dengan dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata – rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing – masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh oleh seperti ditunjukkan pada tabel berikut.





BAB III PEMBAHASAN


Tipe TGT atau team game tournament adalah sebuah tipe pembelajaran kooperatif yang menuntut aktifitas siswa yang melibatkan pengalaman dalam belajar, siswa merasakan sendiri dengan keterlibatannya dalam aktifitas belajar tersebut siswa dapat merakan kepuasan dalam belajar, dan ingin terus terlibat dalam pembelajaran, sehingga akan timbul rasa semangat dalam belajar dan membangkitkan minat siswa dalam belajar.
Untuk mata pelajaran kimia, metode TGT juga bisa di terapkan sebagai alat untuk memicu minat siswa dalam mempelajari kimia, sering sekali, siswa merasa malas dan kurang berminat untuk belajar kimia, karena konsep-konsep yang ada dalam kimia lebih sering bersifat abstrak, maka dari itu, dengan penerapan metode kooperatif tipe TGT yang diaplikasikan dalam pembelajaran kimia, diharapkan minat siswa dalam belajar kimia bisa di tingkatkan.
Dari hasil penelitian Bustami (2007) menerangkan berdasarkan angket bahwa minat belajar siswa mengalami peningkatan dari sebelum diterapkan metode TGT dengan sesudah diterapkan metode TGT, dilihat dari siswa yang mengatakan sangat berminat, berminat, tidak berminat dan sangat tidak berminat. peningkatan minat belajar siswa ini ditunjukkan dalam tabel berikut.
Respons siswa Metode konvensional Metode kooperatif TGT
Sangat Berminat 17,95% 66,67%
Berminat 20,51% 33,33%
Tidak Berminat 38,46% 0
Sangat Tidak Berminat 23,08% 0
Tabel 3.1. tabel perbedaan persentase respon siswa sebelum dan setelah penerapan model TGT.

Suhadi (2008) menambahkan berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, bahwa minat dan motivasi yang diukur dengan menggunakan angket model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) menunjukkan keberhasilan model pembelajaran team game tournament terhadap meningkatkan minat belajar siswa.
Istiqomah (2009) menerangkan hasil penelitian yang ia lakukan, menunjukkan bahwa melalui lima tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournaments) yang terdiri dari tahap presentasi kelas, belajar kelompok, game, turnamen, penghargaan kelompok dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa dalam pembelajaran eksakta. Berdasarkan hasil observasi, minat belajar siswa pada siklus I sebesar 76.45% dalam kategori tinggi, sedangkan pada siklus II sebesar 84.26% dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan berdasar hasil angket, rata-rata minat belajar siswa pada siklus I sebesar 73.53% dalam kategori tinggi dan pada siklus II sebesar 77.29% dalam kategori tinggi. Secara terinci hasil dari penelitian dalam melihat pengaruh penerapan model TGT ini dapat dituliskan sebagai berikut.
Metode Pengumpulan Data Rata-Rata Minat Siswa
Siklus I Ketagori Siklus II Ketagori
Observasi 76,45% T 84,26% ST
Angket 73,53% T 77,29% T
Keterangan :
T = Tinggi
ST = Sangat Tinggi
Tabel 3.2 Rata-rata jawaban angket dan hasil observasi terhadap minat siswa dalam belajar kimia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk mellihat pengaruh penerapan model kooperatif tipe TGT terhadap minat siswa, didapat bahwa penerapan model kooperatif tipe TGT ini cenderung menampakkan hasil yang positif, dimana siswa yang mengikuti pelajaran kimia dikelas dapat belajar dengan semangat dan antusias dalam mengikuti pelajaran, hasil ini terlihat dari hasil observasi serta angket yang diberikan kepada siswa.



BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan:
a. Pembelajaran kooperatif adalah sebuah pembelajaran yang berbasis kepada kerja sama kelomok.
b. Pembalajaran kooperatif tipe team game tourmanant adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang penerapannya berupa simulasi game yang bersifat akademik.
c. Tipe team game tournement dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses diskusi dan permainan sehingga siswa dapat merasakan keterlibatan secara langsung dalam pembelajaran.
d. Tipe team game tournament sesuai untuk diterapkan dalam kelas dengan kondisi siswa yang kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.
e. Tipe team game tournament adalah teknik yang dapat diterapkan sebagai alat untuk meningkatkan minat siswa dalam belajar mata pelajaran kimia di SMA.

2. Saran
Hendaknya guru menggunakan metode kooperatif tipe team game tournament dalam melaksanakan proses pembelajaran pada keadaan siswa pasif dan kurang berminat dalam belajar, sehingga guru dapat meningkatkan minat belajar siswa dan juga hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran kimia di SMA.







KEPUSTAKAAN


Annisah, 2009.Pembelajaran Kooperatif, http://www.lagu-gaul.com/2009/05/pembelajaran-kooperatif.html diakses 5 Oktober 2009.
Burhanuddin, Soejoto. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Upaya Meningkatkan Minat Belajar Geografi Melalui Model Pembelajaran Group Investigation Kelas XI IPS SMA Muhammadiyah II Mojosari – Mojokerto. (online) http://ptkguru.wordpress.com.diakses 14 November 2009.
Bustami. 2007. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model TGT untuk Meningkatkan Prestasi dan Minat BelajarMatematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Malang Abstrak. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/matematika/article/view/3120 diakses 14 November 2009.
Ibdi. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Motivasi Belajar http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/tarbiyah/ -pendidikan-k ( diakses 11/11/2009).
Istiqomah. 2009. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams-Games tournaments) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Minat Belajar Matematika Siswa Di MTS Hasyim Asya’ari Piyungan Yogyakarta (online) http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--titinistiq-1791 diakses 14 November 2009.
Kiranawati. 2007. Metode Team Game Tournament. Artikel Penelitian Tindakan Kelas, Blog pada WordPress.com, online. Diakses 18 Oktober 2009.
Kuswana, W.S.2005.Model Pendekatan, strategi, metode, gaya, (online). http://scied.gsu.edu/Hassard/mos/.,diakses 08 May 2004.
Ratumanan.G.T 2004. Belajar dan Pembelajaran, Unesa University Prass, Ambon.
Rahmi. 2006.Pendekatan Kooperatif Pada Pokok Bahasan Tentang Laju Reaksi.Skripsi.prodi Pendidikan Kimia Unsyiah.Banda Aceh.
Slamet Mugi, 2007. survei minat terhadap pelajaran pendidikan Jasmani pada siswa sd negeri ambartawang 2 Kecamatan mungkid kabupaten magelang. Skipsi,Semarang, Unnes press
Silberman,L.M,2006. active learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, terjemahan dari Raisul,Nusamedia;Bandung.

Suhadi. 2008. Meningkatkan Minat dan Motivasi Belajar Siswa Kelas II SMPN 4 Danau Panggang Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Teams Games Tournaments ( online) /http://suhadinet.wordpress.com/2008/03/28/ diakses 14 November 2009.

Syaodih. 2009. Pembelajaran Kooperatif (cooperative) online http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/.html diakses 5 Oktober 2009.
Zanikhan. 2008.Tinjauan Tentang Minat Belajar Siswa (Online) ( http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1206), diakses 14 November 2009.

http://jofrishal-johafakimia.blogspot.com/2009/12/bab-i-pendahuluan-1.html

Tidak ada komentar: