Selasa, 07 Juni 2011

Teknologi Pendidikan dan Problematika

Sebagaimana teknologi sendiri, teknologi pendidikan telah berkembang secara menakjubkan dalam dua dasa warsa sejak adanya. Berlawanan dengan kepercayaan umum, teknologi tak selalu bermakna seperti yang dikehendaki para pendidik. Hasil teknologi bahkan membawa hal-hal baru tentang dirinya sendiri. Selain berdampak positif, teknologi seolah-olah juga mampu bermetamorfosa sedemikian rupa sehingga menjadi permasalahan moral tersendiri. Dengan lebih lapang membuka aneka kemungkinan, kita sering harus merefleksikan apakah aneka teknologi pendidikan (atau teknologi di dalam pendidikan) yang kita pilih telah dapat memberikan manfaat seperti yang kita kehendaki atau sadari.

Dalam artikel “Educational technology: Archetypes, paradigms and models. in contribution to educational technology”, I.K. Davies (1975) bicara tentang problematika pilihan, aspek alamiah teknologi pendidikan, dan tiga hal baru dalam teknologi pendidikan sebelum menunjukkan pola dasar, paradigma dan model teknologi pendidikan itu sendiri. Ia juga menjelaskan paradigma obyektif dan subyektif dalam teknologi pendidikan sebelum menutup artikelnya itu dengan sebuah kesimpulan.

Problematika suatu pilihan dalam teknologi pendidikan bukan hanya pada standar atau kriteria yang menempatkan suatu pilihan terbaik secara teknologis, melainkan juga etis. Masalah pendidikan bukan sekadar menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, mendekati kebenaran atau mungkin justru salah. Pertanyaan “Apakah yang didambakan dan mengapa hal itu didamba?” adalah pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh para ahli teknologi pendidikan.

Efektivitas sebuah bentuk kegiatan terorganisasi bergantung sepenuhnya pada kemampuan organisasi itu mencapai tujuannya, memenuhi kebutuhan para anggotanya, mengelola dirinya sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Jika gagal, organisasi itu bisa disebut tidak sehat atau belum efektif dan sebaliknya, ia sehat dan dapat belajar dengan pengalaman itu, dan dengan demikian leluasa berubah dan menjawab berbagai tantangan baru. Sesungguhnyalah arti orisinal teknologi berkaitan dengan metode keterampilan know-how dan bahkan melekat dengan mesin.

Empat revolusi di bidang pendidikan yang dikemukakan Sir Eric Ashby (1967) menunjukkan hal itu. Revolusi pertama adalah ketika masyarakat mulai membagi peran pendidikan kaum muda di antara orangtua dan guru, antara rumah dan sekolah. Revolusi kedua adalah pengambilalihan tulisan sebagai alternatif pengajaran lisan, sedangkan revolusi ketiga datang dengan penemuan mesin cetak yang memudahkan penggandaan dan penyebaran buku-buku. Kemajuan pesat di bidang teknologi elektronika, teristimewa radio, telepon, televisi, proyektor, alat perekam suara dan gambar serta komputer adalah revolusi keempat di bidang pendidikan. Keempat revolusi itu membawa dampak positif dan negatif masing-masing selain interaksi dan persaingannya yang sampai sekarang masih merupakan masalah yang sulit dipecahkan.

Oleh Davies pendekatan teknologi pendidikan selanjutnya dibagi menjadi tiga:

pendekatan perangkat keras;
pendekatan perangkat lunak;
kombinasi perangkat keras dan lunak.

Pendekatan ketiga mengandaikan adanya kepekaan terhadap kebutuhan dan situasi manusia maupun tugas, kemampuan diagnostik, mengidentifikasi dan mengkomunikasikan problematika atau kesulitan di bidang pendidikan yang sesungguhnya, pengambilan keputusan yang menghasilkan tindakan tepat-guna, kelenturan yang tetap memungkinkan implementasi dalam berbagai situasi penawaran dan permintaan, dan keterampilan efisiensi pelaksanaan tugas-tugas rutin dan mekanis yang diperlukan. Dengan demikian, teknologi pendidikan tidak pernah berteori kosong. Dengan cara mana pun problematika pendidikan ditengarai, prinsip dan konsep mana yang digunakan untuk memecahkan persoalan, semuanya berawal dari data empirik, asumsi dan perspektif profesional.
Pola Dasar, Paradigma dan Model

Tiga istilah yang umum digunakan dalam penelitian yang tertib dan masing-masing memiliki arti teknis yang spesifik: pola dasar, paradigma, model. Istilah pola dasar pertama kali digunakan di Inggris (1605) untuk mengidentifikasi desain naratif, tipe karakter atau citra. Dalam teknologi pendidikan, pola dasar berperan melukiskan mitos, impian dan bentuk ritual tingkah laku profesional. Pola dasar dapat melayani sejumlah paradigma yang berbeda. Sedangkan paradigma biasanya bersifat kualitatif, bisa dinyatakan dalam kata-kata atau penampilan visual, misalnya diagram. Tak seperti pola dasar, paradigma jarang mewakili suatu orientasi baru yang dramatis atau menawarkan suatu pandangan dunia yang menyeluruh tentang perspektif terhadap suatu realita. Penggunaan suatu paradigma atau serangkaian paradigma masih memerlukan penjelasan detil agar kemenduaannya dapat dikenali dan diatasi. Hal itu tampaknya dapat ditemukan dalam model yang menampilkan detil dan spesifikasi dari suatu realita tertentu. Pengembangan kurikulum, pelajaran dan pengajaran sering pula disebut sebagai suatu model karena menggabungkan aspek kuantitatif dan kualitatif suatu realita maupun fenomena secara detil dan spesifik.

Konsep teknologi pendidikan mengarahkan banyak orang kepada pendekatan sistematik dalam pembelajaran guna mengembangkan usaha-usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan memberikan jawaban terhadap berbagai pilihan pemecahan masalah pendidikan. Disadari bahwa obyektivitas pun terbatas dan arah pengetahuan pada akhirnya selalu dikembalikan kepada manusia agar berusaha menentukan jawabannya.

Problematika itu harus dipecahkan oleh manusia dan data yang sudah terkumpul bisa saja menjadi rancu karena peranserta orang lain dalam observasi, persepsi, analisis dan evaluasi. Pemikiran semacam ini boleh jadi masih asing bagi sebagian ahli teknologi pendidikan, bahkan juga para guru di bidang ilmu-ilmu kemanusiaan. Beberapa tahun terakhir sudah mulai ada pendekatan yang dilakukan untuk mengakomodasi ide pengembangan pola dasar baru yang tidak melulu bertumpu pada keahlian teknik, melainkan pada keterampilan yang kreatif dalam memecahkan masalah. Demikianlah kita dapat memahami bahwa kritik, evaluasi dan refleksi semestinya memang merupakan dasar teori pengembangan teknologi pendidikan.

Sumber :
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/16/problematika-pilihan-teknologi-pendidikan/
http://www.cantiknya-ilmu.co.cc/2011/05/teknologi-pendidikan-dan-problematika.html

Tidak ada komentar: