Minggu, 20 Februari 2011

Mahasiswa UGM Ciptakan Bioetanol dari Limbah Salak Pondoh


Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) membantu petani salak di Dusun Ledoknongko, Turi, Sleman, dalam mengolah limbah menjadi biotenol. Pengolahan limbah ini menggunakan destilator. Penelitian ini terjadi sebab petani salak Dusun Ledoknongko tersebut membuang sekitar satu hingga tiga ton buah salak yang cacat dan membusuk saat dipanen. Akibat pengolahan ini, bioetanol dari limbah salak pondoh tersebut kini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak. Sementara, sisa hasil destilasi berupa ampas bisa dibuat pupuk organik untuk pertanian.

Menurut salah satu anggota tim peneliti UGM, Adhita Sri Prabakusuma, saat ini salak pondoh asli Sleman sudah diekspor ke China. Sementara, salak busuk sangat mengganggu ekspor. Namun, sesuai ketentuan, limbah salak tersebut tidak boleh dibuang ke kebun. Sehingga, pembuatan bioetanol tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat mengatasi limbah salak pondoh, khususnya dalam mendukung program pertanian terpadu, serta menerapkan energi ramah lingkungan.

Desa Turi diharapkan bisa diinisiasi sebagai desa mandiri energi, serta pengembangan pertanian berkelanjutan dan terpadu.

Proses Limbah Salak Jadi Bioetanol
Mahasiswa jurusan Budidaya Pertanian tersebut menjelaskan bahwa 10 kilogram limbah salak pondok bisa menghasilkan sedikitnya satu liter bioetanol. Bioetanol ini dibuat dengan memfermentasikan limbah salak pondoh dengan menambah ragi dan urea selama seminggu. Cairan fermentasi ini kemudian dipanaskan dengan suhu 70 derajat pada tabung destilasi.

Cairan bioetanol tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik dengan selang pipa dan ditutup rapat. Selanjutnya, cairan dialirkan ke kompor gas dengan cara disuntik. Selain sebagai bahan bakar untuk memasak, cairan bioetanol tersebut bisa juga dipasarkan ke apotek atau laboratorium. Praba mengklaim, harga jualnya bisa mencapai Rp20 ribu -30 ribu per liter.

Saat ini, produksi bioetanol dari salak pondoh baru mencapai 20-30 liter per bulan, karena baru dikelola satu kelompok tani, si Cantik, yang beranggotakan 48 orang. Ketua kelompok tani yang berasal dari desa Ledoknongko, Banunkerto, Turi, Sleman, Purwanto Ismaya mengaku kesulitan dalam proses sosialisasi teknologi baru tersebut. Kesulitan utama dikarenakan tingkat pendidikan mereka berbeda-beda. Apalagi bioetanol ini merupakan barang baru, dan secara ekonomis memang belum memuaskan secara langsung.

Dari situs UGM, dinyatakan bahwa Purwanto menilai, saat ini para petani mulai melihat limbah salak pondoh sebagai sesuatu yang potensial dan bermanfaat. Padahal, pada awalnya, hanya lima persen dari seluruh hasil panen buah salak yang tidak layak jual atau busuk akan dibuang percuma. Sekarang, para petani melihat limbah tersebut sebagai sumber penghasilan tambahan.

Kini, Praba sering diundang mempresentasikan hasil penelitiannya dalam International Agriculture Symposium di Malaysia. (ria/int)
http://www.inioke.com/konten/2806/mahasiswa-ugm-ciptakan-bioetanol-dari-limbah-salak-pondoh.html

Tidak ada komentar: