Rabu, 23 Februari 2011

Makna Lagu Jawa Yang Berjudul Lir-Lir

Ilir-ilir

Ilir-ilir, Ilir-ilir, tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar Cah angon, cah angon, penekna blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira, dodotira kumitir bedah ing pingggir
Dondomana, jlumatana, kanggo seba mengko sore
Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane
Ya suraka, surak hiya

Bagi masyarakat Jawa tembang ini bukan sekedar tembang dolanan biasa. Terkandung makna mendalam dalam tembang sederhana ini. Tidak ada yang tahu pasti siapa yang menciptakan tembang ini. Karena tembang ini sudah ada sejak ratusan tahun silam. Dilihat dari kedekatan Sunan Kalijaga dengan budaya Jawa dan fakta bahwa beliaulah pencipta beberapa kesenian Jawa yang digunakan sebagai media syiar agama Islam, sebagian besar masyarakat Jawa berpendapat bahwa Sunan Kalijaga-lah yang merupakan pencipta tembang ini. Berikut makna yang terkandung dalam tembang tersebut :

Ilir-ilir, Ilir-ilir, tandure wus sumilir
(Bangunlah, bangunlah, tanamannya telah bersemi.)
Kanjeng Sunan mengingatkan agar masyarakat Islam segera bangun dan beraktivitas. Saatnya telah tiba, bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.

Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
(Warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin baru)
Hijau adalah warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan bagai pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa ketentraman bagi orang-orang sekitarnya.

Cah angon, cah angon, penekna blimbing kuwi
(Anak gembala, tolong panjatkan pohon belimbing itu.)
Gembala disini adalah para pemimpin. Belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol lima rukun islam dan sholat lima waktu. Para pemimpin diperintahkan oleh Sunan Kalijaga untuk menjadi suri tauladan bagi rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu.

Lunyu-lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
(Meskipun licin, tolong memanjatnya, untuk mencuci kain dodotmu.)
Dodot, sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara atau saat-saat penting. Buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet. Dengan kalimat ini Sunan Kalijaga memerintahkan masyarakat Islam untuk tetap senantiasa melaksanakan lima rukun Islam dan mendirikan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa.

Dodotira, dodotira kumitir bedah ing pingggir
(Kain dodotmu, telah rusak dan robek di bagian pinggir)
Kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.

Dondomana, jlumatana, kanggo seba mengko sore
(Jahitlah, tisiklah untuk menghadap nanti sore)
Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja. Di sini Sunan Kalijaga memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragama yang telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.

Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane
(Selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luas dan lapang).
Selagi masih banyak waktu, selagi masih diberi kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu.

Ya suraka, surak hiya
(Bersoraklah, berteriak-lah HIYA)
Pada saatnya nanti, panggilan dari Yang Maha Kuasa sampai, sewajarnyalah bagi mereka yang telah menjalankan kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira.

Demikianlah petunjuk dari Sunan Kalijaga beberapa abad yang silam, yang sampai saat ini pun masih tetap terasa relevansinya. Semoga petunjuk dari salah seorang Waliyullah ini membuat kita semakin tafakur dan tawadu dalam menjalankan ibadah kita dalam kehidupan sehari-hari. Amin.
http://10109076.blog.unikom.ac.id/makna-lagu-jawa.ek

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Lir-ilir, lir-ilir tembang ini diawalii dengan ilir-ilir yang artinya bangun-bangun atau bisa diartikan hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga diartikan sebagai sadarlah. Tetapi yang perlu dikaji lagi, apa yang perlu untuk dibangunkan?Apa yang perlu dihidupkan? hidupnya Apa ? Ruh? kesadaran ? Pikiran? terserah kita yang penting ada sesuatu yang dihidupkan, dan jangan lupa disini ada unsur angin, berarti cara menghidupkannya ada gerak..(kita fikirkan ini)..gerak menghasilkan udara. ini adalah ajakan untuk berdzikir. Dengan berdzikir, maka ada sesuatu yang dihidupkan.

tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar. Bait ini mengandung makna kalau sudah berdzikir maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat menghidupkan pohon yang hijau dan indah. Pohon di sini artinya adalah sesuatu yang memiliki banyak manfaat bagi kita. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya.

Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi. Mengapa kok “Cah angon” ? Bukan “Pak Jendral” , “Pak Presiden” atau yang lain? Mengapa dipilih “Cah angon” ? Cah angon maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar. Lalu,kenapa “Blimbing” ? Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam. Kenapa “Penekno” ? ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil Islam dan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu dalam melaksanakan Islam.

Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro. Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.

Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir. Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.

dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore. Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada hari pertanggungjawaban kelak.

Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane. Para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat kita.

Yo surako surak hiyo. Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai “mari kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (Al-Anfal :25)

http://manto2008.wordpress.com/2009/12/07/makna-lagu-lir-ilir-sunan-kalijaga-jawa-tengah/

wulandaru pujiadi
XI IPA 2